JAKARTA - Banyak orang keliru melihat Anies. Kekeliruan terutama terletak pada cara mereka menilai. Banyak orang menilai Anies dari para pendukungnya.
Kalau anda calon bupati, ada tukang becak dukung anda, apakah anda sama tukang becak? Tentu keliru cara berpikir seperti ini. Tukang becak adalah tukang becak dengan identitas, profesi dan pilihan dukungannya. Anda adalah anda yang tentu saja berbeda dari tukang becak itu.
Kalau pemilih anda lulusan SD, apakah anda sebagai kepala daerah yang dipilih oleh mereka punya kelas sosial dan pendidikan yang sama seperti mereka? Tentu tidak.
Pemilih tidak identik dengan yang dipilih. Apalagi, jika pemilihnya beragam, bagaimana mungkin mengidentifikasi orang yang dipilih itu berdasarkan kelompok pemilihnya.
Anda akan kesulitan menilai anggota DPR berdasarkan identitas sosial dan karakter pemilihnya. Karena, ini variabel yang keliru dan sesat logika jika dipaksakan. Tapi, dan ada upaya untuk memaksakannya dengan tujuan politis. Kalau sudah ada unsur politis, sudah pasti tidak obyektif lagi. Tapi karena berulamgkali dan bahkan terus menerus dituduhkan, maka seolah menjadi benar.
Seperti kata Hitler: Kebenaran adalah kesalahan yang diulang-ulang sampai seribu kali. Apakah anda pengikut Hitler?
Baca juga:
Tony Rosyid: Anies, JIS, No Rasis
|
Kalau seorang pemimpin dipilih kelompok A, berarti ia diterima oleh kelompok A. Kalau pemimpin dipilih kelompok Z, berarti dia diterima oleh kelompok Z. Simpel!
Kenapa ia diterima? Diantaranya mungkin karena dia bisa menghormati kelompok tersebut. Dia bisa mendengarkan dan berdialog dengan mereka. Bisa memberi keadilan dan memperlakukan secara baik. Tentu banyak faktor. Yang pasti, jika anda berseteru dan suka memberikan ancaman terhadap kelompok-kelompok sosial tersebut, meraka tak akan memilih anda.
Baca juga:
Tony Rosyid: Presiden Harus Lugas!
|
Kalau ada kelompok B menolak calon pemimpin tertentu, tidak berarti mereka itu salah. Mungkin cara pemimpin itu mendekati mereka kurang pas. Seringkali bahasa komunikasi dan kebijakan yang tidak tepat membuat kelompok-kelompok sosial tertentu enggan memilihnya. Ini hal biasa dalam demokrasi. Gak perlu menyalahkan, apalagi mengutuk mereka. Pilihan politik itu temporer dan fleksibel. Akan berubah sesuai kebijakan pemimpin. Gak usah baper. Kalau anda baper, maka emosi anda akan dimainkan oleh para politisi. Itu akan jadi hidangan dan sasaran empuk mereka. Yang wajar, rasional dan proporsional saja. Jaga kewarasan anda.
Kalau mau identifikasi seseorang lihat orang itu berdasarkan komitmen dan kinerjanya. Bicaranya bener gak? Janjinya bener gak? Akhlaknya bener gak? Otaknya bener gak? Bagaimana dia bergaul, menghormati orang lain atau membuat sesak dunia sosial? Apa hasil kerja dan Prestasinya selama memimpin? Penghargaan apa yang sudah diperolehnya? Simpel bukan? Gak rumit seperti otaknya kebanyakan para politisi itu!
Lihat berbagai survei, kepuasan warga Jakarta terhadap kinerja Anies di atas 70 persen. Apakah survei-survei itu pesanan? Silahkan anda cek track record lembaga-lembaga survei itu. Laporkan jika mereka bohong, atau surveinya ngikutin maunya yang bayar. Ini, jika kita masih waras dan mau bersikap obyektif.
Tulisan ini tidak dalam rangka membela Anies. Tapi meluruskan cara berpikir. Karena ini bagian dari tanggung jawab sosial setiap orang, terutama para penulis. Kelompok idealis yang intens komunikasi dengan publik. Kita ingin rakyat Indonesia berpikir waras, dan melihat segala sesuatu secara obyektif.
Lihat Anies sebagai pemimpin dengan semua karakter, komitmen, kebijakan, hasil kerja prestasinya. Apakah selama ini Anies bekerja hanya untuk para pendukungnya? Kalau Anies dengan kebijakannya berpihak kepada para pendukungnya, anda berhak menuduh Anies menggunakan politik identitas.
Selama ini, apakah ada gereja, vihara, pure, klenteng yang diperlakukan berbeda dengan masjid? Adakah non muslim yang mendapatkan perlakukan berbeda dengan muslim? Dari sini kita dapat menguji sikap adil seorang pemimpin.
Anies bukan Gubernur umat Islam saja. Bukan Gubernurnya para pendukungnya saja. Anies Gubernur seluruh warga Jakarta. Soal asal usul anda, agama dan pilihan politik anda, itu hak anda. Anda punya kemerdekaan dan kebebasan dengan semua identitas sosial dan keagamaan anda. Anda juga bebas mau pilih Anies atau yang lain. Itu sepenuhnya hak anda dan konstitusi menjamin itu. Tapi, jangan karena anda gak milih Anies, lalu anda tuduh pemilih Anies itu dengan berbagai tuduhan yang merendahkan. Gak elok bro. Gak baik. Apalagi jika tuduhan itu sarat dengan fitnah. Bisa kualat!
Para pemilih Anies juga warga Indonesia yang punya hak seperti anda. Jangan karena perbedaan, apalagi itu bersifat sementara dan hanya dalam pemilu, hubungan dan persaudaraan atas nama bangsa dikorbankan.
Lihat sesuatu mesti berbasis data. Lalu silahkan anda putuskan: layak tidak Anies menjadi Presiden kedepan. Simpel! Jangan dibikin rumit.
Jika Anies gak bekerja, atau bekerja tapi gak bener, atau hanya mementingkan para pendukungnya saja, mari kita berikan masukan dari kritik ramai-ramai. Saya juga akan ikut di barisan depan untuk memberinya masukan.
Tapi jika Anies sudah bekerja dengan baik dan ada hasil kerja yang dirasakan oleh warga DKI, juga cukup banyak prestasi dan penghargaan yang bisa dibuktikan sebagai hasil kerja itu, ya mari kita apresiasi. Ini namanya bersikap adil.
Jangan berikan "ruang untuk kepentingan pihak-pihak tertentu" yang punya agenda politik dan memanfaatkan sisi emosional untuk merusak kewarasan berpikir kita. Mari menjadi orang waras dengan bersikap rasional dan proporsional. Gunakan data dan berpijak pada fakta dalam menilai segala sesuatu, termasuk menilai Anies Rasyid Baswedan.
Baca juga:
5 Alasan Mengapa Anies Harus Jadi Presiden
|
Jakarta, 24 Pebruari 2022
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa