JAKARTA - Tanggal 15 Pebruari 2022, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) melalui keputusan Nomor 205/G/TF/2021/PTUN JKT memerintahkan Gubernur DKI mengeruk Kali Mampang. Tanggal 22 Januari 2022, persis 24 hari sebelum terbit putusan PTUN, Kali Mampang sudah rampung dikeruk 100 persen. Artinya, putusan PTUN telat. Ini membuktikan PTUN tidak di-up date dan telah membuat keputusan dengan menggunakan data lama.
Secara yuridis putusan ini benar, sah dan mengikat, karena bukan kewajiban bagi PTUN untuk menguap-date data terbaru selama tidak ada pengajuan data susulan.
Baca juga:
Tony Rosyid: Pemilu Ditunda? No Way!
|
Kalau sudah dikeruk, mau keruk apa lagi. Jadi, putusan PTUN sudah dilaksanakan sebelum surat putusan itu terbit.
Dari kasus ini kita bisa tarik logika bahwa pertama, putusan PTUN 205/G/TF/2021/PTUN JKT tanggal 15 Pebruari 2022 tersebut "idealnya" tidak terbit mengingat amar putusan sudah dilaksanakan sebelum pengadilan membuat putusan tersebut.
Sebagai analogi, pengadilan menghukum seseorang untuk bayar ganti rugi. Padahal, ganti rugi sudah dibayar sebelum ada putusan. Terus, apa yang mau dilaksanakan dari putusan pengadilan itu?
Idealnya, tuntutan itu ditarik sebelum ada putusan. Meski demikian, semua tetap ada hikmahnya. Tidak hanya untuk Pemprov DKI, tetapi untuk semua pemimpin dan pejabat di negeri ini.
Kedua, pelaksanaan pengerukan sebelum adanya putusan itu adalah bukti bahwa Pemprov DKI, terutama Gubernur sebagai subyek perkara, sangat aspiratif. Ada laporan, sebelum diproses, sudah langsung dikerjakan.
Gubernur Anies Baswedan tetap menghargai proses peradilan itu berjalan tanpa harus mengajukan data terbaru terkait tuntutan pengerukan tersebut. Meski ada aplikasi "Jaki" yang bisa dijadikan saluran warga untuk melaporkan segala hal terkait dengan masalah-masalah yang ada di DKI Jakarta. Kendati demikian, menuntut ke pengadilan itu bukan suatu kesalahan. Itu hak setiap rakyat yang harus juga segera direspon.
Boleh jadi memang ada pihak-pihak yang gak sabar dengan schedule atau perencanaan Pemprov DKI (Dinas SDA) terkait pengerukan. Gak sabar atau sengaja cari celah? Jangan menuduh, gak baik. Yang penting semua sudah dituntaskan. Clear dan sudah kelar.
Dalam proses pengerukan sebelumnya, Pemprov DKI telah mengerahkan 3 alat berat, yaitu 1 amphibious mini dan 1 ekskavator mini. 3 alat berat ini telah mengangkut 733, 5 m3 sampah di Kali Mampang hingga Pondok Jaya.
Ketiga, dengan data ini, segala upaya untuk menggoreng keputusan PTUN jika itu dimaksudkan sebagai bagian dari upaya untuk menyerang dan "down grade" Anies, terbukti tidak efektif. Mesti harus hati-hati, lebih cermat dan harus kuat di data. Jika datanya tidak kuat, apalagi menggunakan data yang salah sebagaimana yang terjadi selama ini, maka setiap serangan justru akan membuat Anies makin kuat dan makin besar untuk mendapatkan dukungan rakyat.
Ketika tanggal 18 Pebruari 2022 dinas SDA mengupload gambar Kali Mampang yang sudah selesai dikeruk, dan gambar itu diunggah kembali oleh Gubernur DKI tanggal 20 Pebruari 2022, ada yang sewot: "Gak usah pamer...". Nah, serangan yang tidak terukur, tidak berkelas dan "urakan" semacam ini justru akan semakin membesarkan nama Anies.
Kata para pendukung Anies: Jika menyangkut Anies, semua pasti salah. Publik akan menilai bahwa kritik kepada Anies selama ini dianggap tidak obyektif. Dan ini akan menghadirkan gelombang pembelaan publik yang semakin besar kepada Anies. Publik akan menilai bahwa para pengkritik gak bisa membedakan mana laporan, mana pamer.
Kalau kegiatan pemimpin di-upload, itu artinya ada laporan pertanggung jawaban kepada rakyat. Gubernur digaji oleh rakyat, ya harus laporan ke rakyat. Dibilang pamer. .. Ya gak juga. Apalagi laporan itu dibutuhkan untuk meluruskan kabar dan berita yang sedang simpang siur.
Beda misalnya kalau seorang gubernur suka bikin gambar atau video yang gak ada kaitannya sama sekali dengan kinerja, itu namanya pamer.
Yang di-upload Anies ini hasil kerja, lalu dilaporkan ke rakyat, tak tepat kalau dianggap pamer. Sikap "asal serang" kepada Anies seperti ini tidak seharusnya ada pada public figur dan politisi. Kurang elegan. Justru akan menjatuhkan kewibawaan politisi tersebut.
Soal laporan kerja, ini tidak hanya berlaku untuk Gubernur DKI. Ini berlaku untuk Gubernur-Gubernur yang lain, bahkan seluruh pejabat negara. Mereka harus melaporkan semua hasil kinerjanya kepada rakyat. Apa yang sudah dikerjakan, laporkan. Gak apa-apa anda dituduh pencitraan dengan hasil kinerja anda. Yang penting itu bermanfaat dan bisa dinikmati langsung oleh rakyat. Di sini letak poinnya.
Silahkan bikin gambar dan video sebanyak-banyaknya terkait hasil kinerja. Itu bagus. Di sisi ini, setiap pejabat negara bisa berkompetisi. Silahkan "fastabiqul khairat", berlomba-lomba mengambil hati rakyat dengan hasil kerja. Begitulah pencitraan yang bener. Soal ikhlas atau tidak ikhlas, itu urusan mereka dengan Tuhan. Bukan urusan anda sebagai rakyat.
Jangan bikin video dengan mengeksploitasi istri, keluarga dan orang-orang miskin yang tak ada hubungannya dengan kinerja. Itu menyesatkan! Rakyat mestinya tidak memberi dukungan kepada para calon pemimpin dan pejabat yang gemar membuat gimmick.
Jakarta, 22 Pebruari 2022
Baca juga:
Zainal Bintang: Mafia Minyak Goreng Itu….
|
Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa